Shalih bin Mirdas | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Emir Aleppo | |||||||||
Berkuasa | Juni 1025–Mei 1029 | ||||||||
Pendahulu | Thu'ban bin Muhammad | ||||||||
Penerus | Mu'izz al-Dawla Thimal Shibl al-Dawla Nasr | ||||||||
Kematian | Mei 1029 Al-Uqhuwana, pantai timur Danau Tiberias | ||||||||
Pasangan | Tarud | ||||||||
Keturunan | Shibl al-Dawla Nasr Mu'izz al-Dawla Thimal Asad al-Dawla Atiyya | ||||||||
| |||||||||
Suku | Banu Kilab | ||||||||
Dinasti | Mirdas | ||||||||
Ayah | Mirdas bin Idris | ||||||||
Ibu | Rabab al-Zawqaliyya | ||||||||
Agama | Islam Syiah |
Abu Ali Shalih bin Mirdas (bahasa Arab: ابو علي صالح بن مرداس, translit. Abū ʿAlī Shāliḥ ibn Mirdās), juga dikenal dengan laqab (julukan kehormatan) Asad al-Dawla ("Singa Negara"), adalah pendiri dinasti Mirdas dan emir Aleppo dari tahun 1025 hingga kematiannya pada Mei 1029. Menurut sejarawan Suriah Ibnu al-Adim (meninggal 1262) dan Ibnu Khallikan (meninggal 1282), nama lengkap dan silsilah Salih adalah Abū ʿAlī Ṣāliḥ bin Mirdās bin Idrīs bin Nāṣir bin Ḥumaid bin Mudrik bin Syaddād bin ʿUbaid bin Qais bin Rabīʿah bin Kaʿab bin ʿAbdullāh bin Abū Bakr bin Kilāb bin Rabīʿah bin ʿĀmir bin Ṣhaʿṣhaʿah bin Muʿāwiyah bin Bakr bin Hawāzin bin Manṣūr bin ʿIkrimah bin Khaṣafah bin Qays ʿAylān. Pada puncaknya, emirat (kerajaannya) mencakup sebagian besar wilayah barat Jazirah (Mesopotamia Atas), utara Suriah dan beberapa kota Suriah tengah. Meskipun mengalami beberapa kali gangguan, keturunan Shalih memerintah Aleppo selama lima dekade berikutnya.
Shalih memulai karirnya pada tahun 1008, ketika ia merebut benteng sungai Efrat di ar-Rahba. Pada 1012, dia dipenjara dan disiksa oleh emir Aleppo, Mansur bin Lu'lu'. Dua tahun kemudian dia melarikan diri, menangkap Mansur dalam pertempuran dan membebaskannya untuk berbagai konsesi, termasuk setengah dari pendapatan Aleppo. Ini menjadikan Shalih sebagai emir tertinggi dari sukunya, Bani Kilab, yang kepala sukunya banyak yang telah meninggal di ruang bawah tanah Mansur. Dengan prajurit Badui miliknya, Shalih merebut serangkaian benteng di sepanjang Efrat, termasuk Manbij dan Raqqa, pada tahun 1022. Dia kemudian membentuk aliansi dengan Bani Kalb dan Banu Tayy dan mendukung perjuangan mereka melawan Fatimiyah dari Mesir. Selama pemberontakan suku ini, Shalih mencaplok kota-kota Suriah tengah Homs, Baalbek dan Sidon, sebelum menaklukkan Aleppo yang dikuasai Fatimiyah pada tahun 1025, dan berhasil "menyukseskan rencana yang memandu nenek moyangnya, Bani Kilab selama satu abad", menurut sejarawan Thierry Bianquis.
Shalih mendirikan administrasi yang terorganisir dengan baik atas wilayah kekuasaannya yang berbasis di Aleppo. Secara militer, ia mengandalkan Banu Kilab, sambil mempercayakan administrasi fiskal kepada wazir Kristen lokalnya, mengawasi aḥdāth (milisi perkotaan) di bawah Salim bin Mustafad, dan masalah peradilan kepada qāḍī (hakim kepala) Syiah. Pemerintahannya secara resmi ditoleransi oleh Fatimiyah, yang secara formal dipatuhi olehnya. Aliansinya dengan Bani Tayy akhirnya membuatnya terlibat konflik dengan jenderal Fatimiyah, Anushtakin al-Dizbari, dan membuatnya terbunuh oleh pasukan al-Dizbari dalam pertempuran di dekat Danau Tiberias. Shalih digantikan oleh putranya Nasr dan Thimal.